
Keterangan Gambar : Tak cuma sesak napas, peneliti temukan gejala baru COVID-19 yang berisiko fatal. (Foto: BBC Magazine)
Jakarta - Pasien
Covid-19 bisa mengeluhkan gejala ringan hingga sedang, bahkan fatal. Sesak
napas menjadi salah satu gejala khas COVID-19 yang menunjukkan risiko fatal
jika segera tak ditangani.
Namun, baru-baru ini peneliti juga menemukan gejala COVID-19 baru yang
berkaitan dengan neurologis. Gejala-gejala yang dilaporkan ini disebut bisa
berisiko fatal karena pasien mengeluhkan gejala berkepanjangan atau 'Long
COVID'.
Sebuah laporan studi dari Northwestern mengungkapkan hampir 82 persen
pasien virus Corona COVID-19 mengalami beberapa jenis gejala neurologis di
beberapa titik selama positif Corona. Studi tersebut melibatkan 509 pasien
dengan gejala COVID-19 sangat parah sehingga membutuhkan rawat inap.
Gejala COVID-19 tersebut termasuk hilangnya kemampuan mencium dan
merasakan sesuatu. Namun, ada satu gejala yang menjadi perhatian para peneliti
yaitu ensefalopati.
Apa itu
ensefalopati?
Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS), ensefalopati adalah istilah untuk setiap penyakit otak yang menyebar,
mengubah fungsi atau struktur otak.
"Ciri dari ensefalopati adalah kondisi mental yang berubah,"
jelas NINDS, dikutip dari The Sun.
Apa saja gejala
neurologis pada pasien COVID-19 yang berisiko fatal?
"Bergantung pada jenis dan tingkat keparahan ensefalopati, gejala
neurologis yang umum adalah hilangnya memori dan kemampuan kognitif secara
progresif, perubahan kepribadian halus, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
lesu, dan hilangnya kesadaran secara progresif," lanjut NINDS.
Ini mungkin membantu menjelaskan gejala 'brain fog' yang tidak jarang
dilaporkan muncul dalam keluhan pasien COVID-19 selama pandemi. Seorang pasien
mengungkapkan dampak gejala samar ini saat tujuh bulan berlalu, sejak pertama
kali dinyatakan positif COVID-19.
"'Brain fog' kabut otak sepertinya deskripsi yang inferior tentang
apa yang sebenarnya terjadi. Ini benar-benar melumpuhkan. Saya tidak dapat
berpikir cukup jernih untuk (melakukan) apa pun," kata Mirabai
Nicholson-McKellar yang berusia 36 tahun dari Byron Bay, berbicara kepada The
Guardian.
"Ini sering menghalangi saya untuk dapat melakukan percakapan yang
koheren atau menulis pesan teks atau email," keluhnya.
Sumber Detik.com