
Keterangan Gambar : ILUSTRASI. Sejumlah mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (8/10/2020) menolak omnibus law UU Cipta Kerja. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.
Kritik dan penolakan omnibus
law Undang-Undang Cipta Kerja terus bergulir di masyarakat.
Meskipun akhir pekan lalu
Presiden Joko Widodo telah memberikan penegasan omnibus law UU
Cipta Kerja ini akan jalan terus dan mempersilakan masyarakat yang keberatan
untuk mengajukan judicial
reviu atau uji materi omnibus
law UU Cipta Kerja ini ke Mahkamah Konstitusi.
Salah satu poin krusial yang mengundang kontroversi di omnibus law Undang-Undang
Cipta Kerja adalah masalah pengaturan pertanahan.
Baca Lainnya :
Pengaturan pertanahan ini
berdasarkan draf omnibus
law UU Cipta Kerja versi 905 halaman yang di terima oleh
KONTAN, ada di Bagian Keempat omnibus
law Undang-Undang Cipta Kerja. Pada bagian keempat ini terdiri
dari pargraf pertama soal Bank Tanah, mulai pasal 125 sampai dengan pasal 135 .
Adapun Paragraf kedua di
bagian keempat omnibus
law UU Cipta Kerja ini mengatur mengenai Penguatan Hak
Pengelolaan mulai dari pasal 136 - pasal 142.
Pada Pada bagian keempat,
paragraf ketiga omnibus
law UU Cipta Kerja mulai pasal 143 -pasal 145 mengenai Satuan
Rumah Susun untuk Orang Asing
Sementara di paragraf
keempat, omnibus law UU
Cipta Kerja mengatur mengenai Pemberian Hak Atas Tanah/Hak Pengelolaan pada
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah yang ada di pasal 146 - pasal 147.
Masalah pengaturan tanah
di omnibus law UU
Cipta Kerja yang menjadi kontroversi ini telah ditanggapi oleh Presiden Joko
Widodo pada Jumat (8/10). Presiden menjelaskan mengenai urusan pengadaan lahan
di omnibus law Undang
Undang Cipta Kerja khusunya, keberadaan bank tanah.
Presiden menegasakan bank
tanah ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial,
kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan,
serta reforma agraria.
"Ini sangat penting
untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan
dan kita selama ini tidak memiliki bank tanah," kata Presiden Jokowi.
Hanya saja kritik pedas
terhadap omnibus law UU Cipta Kerja ini datang dari Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Maria SW Sumardjono. Maria
mengungkapkan kritikan ini saat jadi pembicara di diskusi virtual yang digelar
Pusat Studi Lingkungan Hudup (PLSH) UGM bertema UU Cipta Kerja dan Masa Depan
Lingkungan Indonesia, Sabtu 9 Oktober 2020.
"Saya ingin sampaikan
dan tekankan apa yang ada di omnibus
law UU Cipta Kerja khususnya mengenai pertanahan, saya hakul
yakin yang versi 905 halaman karena cocok dengan apa yang saya tulis, karena
pengaturan tidak panjang," kata Maria yang merupakan pakar hukum
pertanahan dan agraria ini.
Hanya saja Maria meminta
masyarakat menyalurkan ketidakpuasan dengan konstitusional.
"Sekarang omnibus
law Undang-Undang Cipta Kerja sudah jadi, setelah
ditandatangani sah, dan kita hormati," kata Maria.
Maria berpendapat omnibus law UU Cipta
Kerja desainnya kurang tepat. Karena sudah banyak yang memberikan masukan tapi
tidak diindahkan.
"Kami Fakultas Hukum
UGM secara langsung telah menyampaikan masukan kepada pemerintah pada awal
Maret 2020," katanya.
Selain itu pada awal Juli
khusus mengenai pengaturan pertanahan Maria telah memberikan masukan secara
langsung kepada Badan Legislasi DPR.
"Sehingga kami merasa
setalah dasein ada dasolenya. Apakah yang diatur tidak bertentangan dengan
konstitusi, dan prinsip dari UU yang lain," terang Maria.
Maria menilai secara
umum omnibus
law UU Cipta Kerja ini sangat lemah dalam pembentukannya.
Sebab omnibus law UU Cipta Kerja ini tidak memenuhi bahkan melanggar
syarat-syarat pembentukan Undang-Undang.
"Ini kan omnibus law dan
istimewa, tapi bukan berarti boleh melanggar aturan," katanya.
Maria memberikan catatan
terhadap omnibus
law UU Cipta Kerja:
Pertama,
tidak jelas pembentukan syarat formil tujuan pembentukan UU ini untuk
mendatangkan investasi atau peluang kerja?
Kedua,
tidak jelas dimana sifat mendesaknya dari omnibus law UU Cipta Kerja.
"Yang jelas dibuat secara tergesa-gesa," katanya.
Ketiga,
tidak jelas landasan filosofi omnibus law UU Cipta Kerja, karena sebanyak 79
Undang-Undang diubah dan dijadikan satu. Padahal setiap UU punya filosofi dan
kekhasannya masing-masing.
Keempat,
penyusunan omnibus law UU Cipta Kerja tidak memenuhi asas keterbukaan. Bahkan
setelah RUU ini disahkan menjadi UU pada 5 Oktober tidak seorang pun yang bisa
mengatakan ini draf yang paling shahih atau paling betul hasil pembahasan.
Kelima,
tidak memenhi kedayagunaan. Satu sisi memberikan kemudahan kepada investor tapi
tak memudahkan bagi hak asasi manusia dan lingkungan.
Keenam,
Asas keadilan untuk apa omnibus law UU Cipta Kerja? "Asas ketertiban dan
kepastian hukum lebih mengerikan lagi, karena UU didasari pada keinginan untuk
menyederhanakan regulasi berbelit. Yang terjadi bukan menyederhanakan tapi
memotong begitu saja prinsip-prinsip dasar dan filosofi bahkan berpotensi
melanggar konstitusi. Apakah ini yang menjadi dasar?" kata Maria.
Lalu ia memberikan Contoh
pengaturan tanah sebagai kebutuhan dasar setiap orang. Maria mengkritisi
substansi di omnibus law UU Cipta Kerja bagian Pertanahan sebagai UU dengan
substansi paling aneh.
Sebab di klaster lain selalu ada UU yang menjadi acuan dari 79 yang akan diubah
sehingga dianggap sebagai upaya untuk menyederhanakan.
"Yang aneh di substansi
pertanahan tak ada satupun UU di rumusannya yang diubah. Jadi ini yang
membingungkan, apa yang disederhanakan? tidak ada satupun UU di rumusan, sama
sekali berbeda dengan UU yang lainnya.
Setelah meneliti Maria
melihat ternyata substansi bidang pertanahan yang dimasukkan di omnibus law UU
Cipta Kerja adalah copy paste dari Rancangan RUU Pertanahan yang ditunda
pembahasannya karena isu-isu krusial.
"Jadi isu krusial di
RUU pertanahana diselundupkan mentah-mentah dimasukkan. Apakah ini
bertanggungjawab?
Karena itu Maria menegaskan
tujuan omnibus law UU Cipta Kerja di bidang Pertanahan ini tidak menyederhanakan
tapi mengambil substansi RUU yang bermasalah.
"Harapannya setelah
ditolak disana tapi dimasukkan di omnibus law RUU Cipta Kerja alhamdulillah
diterima. Ini mungkin Tuhan sedang menguji kita semua," katanya.
Kenapa bermasalah?
Pertama soal pembentukan bank tanah. Maria menyinggung pernyataan Presiden Joko
Widodo, seolah-oleh saat ini kita kesulitan untuk menyediakan tanah.
"Pertanyaannya adalah
tanah untuk siapa? Sulit menyediakan tanah sehingga perlu lembaga menyediakan
menghimpun dan mendistribusikan. Ini bank tanah untuk siapa?," tanya
Maria.
Maria menyoroti poin
pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang ditambah di omnibus law UU Cipta
Kerja. Pada umumnya di UU Cipta Kerja kepentingan umumnya adalah untuk kegiatan
bisnis seperti kawasan ekonomi khusus, kawasan pariwisata, dan proyek prioritas
yang ditetapkan oleh Presiden.
"Tarik-menarik inilah
tanah yang disediakan oleh lembaga Bank Tanah. Saya juga belum paham ini bank
tanah seperti apa?
Lalu ia menyoroti apa yang
dimaksud omnibus law UU Cipta Kerja sebagai lembaga berfungsi sebagai Bank
Tanah. Sebab saat ini sudah ada Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Manajemen Aset
Negara (LMAN) yang sejatinya sudah menyelenggarakan fungsi bank tanah
itu.
"Kenapa harus dibuat
baru? karena ini ada maksuid tertentu, yakni untuk membantu mempermudah
perizinan usaha atau persetujuan. Menyediakan tanah dan membantu mempermudah
izin, semua tanah yang dikumpulkan maka dengan status Hak Pengelolaan Lahan
(HPL)," katanya
Karena mendapatkan kritikan
saat penyusunan lalu ada ketentuan bank tanah mengalokasikan 30% untuk
kepentingan reforma agraria umum. "Lalu siapa yang akan mengontrol?"
katanya.
Maria menilai konsep ini kurang cocok dengan reforma agraria menurut Peraturan
Presiden (Perpres) No 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam
Kawasan Hutan.
Karena itu ia khawatir
aturan turuna akan makin tidak jelas soal pertanahan ini. "Kalau di UU
saja tidak jelas, nanti PP seperti apa akan makin kacau," katanya.
Pokok-Pokok Pengaturan Bank Tanah
|
Pasal 125
|
(1) Pemerintah Pusat
membentuk badan bank tanah.
|
(2) Badan bank tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan khusus yang mengelola
tanah.
|
(3) Kekayaan badan
bank tanah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
|
(4) Badan bank tanah
berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan,
pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.
|
Pasal 126
|
(1) Badan bank tanah
menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan, untuk:
|
a. kepentingan umum;
|
b. kepentingan
sosial;
|
c. kepentingan
pembangunan nasional;
|
d. pemerataan
ekonomi;
|
e. konsolidasi
lahan; dan
|
f. reforma agraria.
|
(2) Ketersediaan
tanah untuk reforma agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f paling
sedikit 30 (tiga puluh) persen dari tanah negara yang diperuntukkan untuk
bank tanah.
|
Pasal 127
|
Badan bank tanah
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat transparan, akuntabel, dan
non profit.
|
Pasal 128
|
Sumber kekayaan
badan bank tanah dapat berasal dari:
|
a. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
|
b. Pendapatan
sendiri;
|
c. Penyertaan modal
negara; dan
|
d. sumber lain yang
sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 129
|
(1) Tanah yang
dikelola badan bank tanah diberikan hak pengelolaan.
|
(2) Hak atas tanah
di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
|
(3) Jangka waktu hak
guna bangunan di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diberikan perpanjangan dan pembaharuan hak apabila sudah digunakan
dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
|
(4) Dalam rangka
mendukung investasi, pemegang hak pengelolaan badan bank tanah diberikan
kewenangan untuk:
|
a. melakukan
penyusunan rencana induk;
|
b. membantu
memberikan kemudahan Perizinan Berusaha/ persetujuan;
|
c. melakukan
pengadaan tanah; dan
|
d. menentukan tarif
pelayanan.
|
(5) Penggunaan
dan/atau pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) Pemerintah Pusat melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
|
Pasal 130
|
Badan bank tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 terdiri atas:
|
a. Komite;
|
b. Dewan Pengawas;
dan
|
c. Badan Pelaksana.
|
Pasal 131
|
(1) Komite
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 huruf a diketuai oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan dan beranggotakan
para menteri dan kepala yang terkait.
|
(2) Ketua dan
anggota Komite ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usulan dari
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
Pemerintah Pusat melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
|
Pasal 132
|
(1) Dewan Pengawas
berjumlah paling banyak 7 (tujuh) orang terdiri dari 4 (empat) orang unsur
profesional dan 3 (tiga) orang yang dipilih oleh Pemerintah Pusat.
|
(2) Terhadap calon
unsur profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan proses seleksi
oleh Pemerintah Pusat yang selanjutnya disampaikan ke DPR untuk dipilih dan
disetujui.
|
(3) Calon unsur
profesional yang diajukan ke DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah yang dibutuhkan.
|
Pasal 133
|
(1) Badan Pelaksana
terdiri dari Kepala dan Deputi.
|
(2) Jumlah Deputi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Komite.
|
(3) Kepala dan
Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Komite.
|
(4) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala
dan Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh Dewan
Pengawas.
|
Pasal 134
|
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Komite, Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana diatur dengan
Peraturan Presiden.
|
Pasal 135
|
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pembentukan badan bank tanah diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Sumber : Draf UU Cipta Kerja
versi 905 halaman
|
Sumber Kontan.co.id