
Keterangan Gambar : Suasana kawasan hutan pinus Nongko Ijo di lereng Gunung Wilis, Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Minggu (4/10/2020).
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi Undang-undang (UU)
pada Senin (5/10). Salah satu poin yang yang diatur termuat dalam BAB VIII
tentang Pengadaan Tanah.
Dalam Bab VIII terdapat poin
baru yang diatur yakni mengenai bank tanah (land bank). Bank tanah ini pernah
menjadi isu kontroversial dalam Rancangan UU Pertanahan. Gelombang protes atas
RUU Pertanahan membuat pembahasannya berhenti di DPR pada September lalu.
Berikut detail aturan bank tanah dan hak pengelolaannya dalam omnibus law:
Bank
Tanah (land bank)
Merupakan aturan baru yang
pertama kali diatur dalam UU Ciptaker. Pasal 125 UU Ciptaker menyebutkan bahwa
akan dibentuk bank tanah sebagai badan khusus pengelola tanah. Bank tanah ini
berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan,
pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.
Pembentukan bank tanah ini
untuk reformasi agraria, paling sedikit 30% dari tanah negara diperuntukan
untuk bank tanah. Selain itu, dituliskan bahwa pembentukan bank tanah dalam
rangka efisiensi pengelolaan tanah. Rencananya, organisasi bank tanah akan
terdiri dari Komite, Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana. Nantinya Badan
Pengawas akan terdiri tujuh anggota dengan rincian, empat orang profesional dan
tiga orang yang dipilih pemerintah pusat.
Hak
Pengelolaan (HPL)
UU Ciptaker mengatur
mengenai Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Pasal 129 nomor 1 menyebutkan tanah yang
dikelola Bank Tanah diberikan hak pengelolaan dalam bentuk hak guna
usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Bank tanah dapat dimanfaatkan untuk
mendukung investasi dengan pemegang hak pengelolaan mendapat kewenangan untuk
menyusun rencana induk; membantu memberikan kemudahan perizinan berusaha, melakukan
pengadaan tanah; dan menentukan tarif pelayanan.
Selanjutnya dalam pasal 137
disebutkan hak pengelolaan tanah diberikan kepada pemerintah pusat; pemerintah
daerah; badan bank tanah; BUMN/BUMD dan badan hukum milik negara/daerah; atau
fbadan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah pusat.
Dalam pasal 138, pemegang
hak pengelolaan dapat memperpanjang memperbaharui hak guna bangunan. Tak
ada penjelasan berapa lama hak guna yang dapat diperpanjang.
Materi
Kontroversial dari RUU Pertanahan
Klausul bank tanah ini
pernah masuk dalam Rancangan Undang-undang Pertanahan yang dibahas di Komisi II
Dewan Perwakilan Rakyat tahun lalu. Menurut Anggota Panja RUU Cipta Kerja
Arteria Dahlan pembahasan bank tanah di Komisi II tak berlanjut karena
perdebatan yang sangat tajam.
Sekretaris Jenderal Komisoner
Pengembangan Agraria Dewi Kartika menyebutkan materi-materi kontroversial
RUU Pertanahan disusupkan di RUU Cipta Kerja. RUU Pertanahan pada
September 2019 lalu menuai protes dan penolakan dari kalangan masyarakat sipil
termasuk KPA. Kemudian DPR menunda pengesahannya meski memasukannya dalam
prioritas Prolegnas 2020.
Dewi menyebutkan dalam
Undang-undang Pokok Agraria 1960 tak ada aturan mengenai hak pengelolaan (HPL).
Dia menyebutkana HPL telah menimbulkan kekacauan penguasaan tanah, karena
merupakan wujud penyimpangan hak menguasai dari negara (HMN).
Padahal, dalam Putusan MK
No.001-021-022/PUU-1/2003 bahwa HMN berarti kebijakan pengaturan, pengurusan,
pengelolaan dan pengawasan yang mengacu pada Pasal 33 Ayat 3, dan bukan berarti
negara memiliki tanah. Sedangkan dalam UU Cipta Kerja, HPL sebagai pemberian
hak di atas tanah negara seperti hendak menghidupkan kembali konsep domein
verklaring zaman kolonial, yang sudah dihapus dalam UUPA 1960.
Adapun Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil sempat menjelaskan
bank tanah diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi investor mendapatkan
tanah.
Pengadaan lahan masih
terbatas untuk kepentingan umum yang tidak berorientasi pada penciptaan
lapangan kerja. Selama ini, pemerintah harus melakukan pembebasan tanah
terlebih dulu untuk dikmudian diberikan kepada investor. Padahal, butuh waktu
bertahun-tahun untuk membebaskan lahan. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja
kerap terkendala pada pengadaan tanah.
Sumber Katadata.co.id