Ini Makna Sejarah Tanah dan Air yang Dibawa Al Haris dan Diserahkan ke Jokowi di Titik Nol IKN

By Chelba Polanda 15 Mar 2022, 13:44:41 WIB Sosial & Budaya
Ini Makna Sejarah Tanah dan Air yang Dibawa Al Haris dan Diserahkan ke Jokowi di Titik Nol IKN

Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama sejumlah kepala daerah dan perwakilan dari 34 provinsi menggelar prosesi Kendi Nusantara di Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Kendi Nusantara sendiri merupakan prosesi menyatukan air serta tanah yang dibawa oleh 34 kepala daerah dari 34 provinsi ke dalam satu gentong besar dan diserahkan ke Jokowi.

Gubernur Jambi, Al Haris membawa tanah pilih Jambi, air kolam Telago Rajo dan air danau gunung tujuh untuk diserahkan ke Jokowi.

Kepala Dinas Kominfo Provinsi Jambi Erick Nurachmat Herlambang menerangkan, hasil rapat persiapan kunjungan kerja di IKN, sudah dimasukkan perihal membawa tanah dan air dari Provinsi Jambi ke IKN.

“Salah satu kegiatan yang akan dilakukan oleh gubernur Jambi adalah proesi penyatuan tanah dan air yang dibawa dari daerah masing-masing, dengan menuangkan ke wadah yang telah disiapkan oleh panitia,” ungkap Erick kepada Wartawan.

Ini makna sejarah tanah dan air yang dibawa Al Haris ke titik Nol IKN dan diserahkan ke Jokowi:

TANAH PILIH JAMBI

Menurut kitab Sejarah, Undang-undang, Silsilah Raja-raja Jambi yang ditulis oleh Ngebih Sutho Dilago Priayi Rajo Sari pembesar dari kerajaan Jambi dari suku bangsa 12, menyebutkan bahwa pada waktu Orang Kayo Hitam menyebarkan Islam ke Jambi Hulu bertemulah dengan penguasa Jambi Hulu Temenggung Merah Mato yang pada pertemuan tersebut terjadi pernikahan Orang Kayo Hitam dengan Putri Mayang Mangurai anak Temenggung Merah Mato Raja Air Hitam Pauh.

Setelah pernikahan, Orang Kayo Hitam yang ingin kembali ke hilir (Ujung Jabung), Temenggung Merah Mato menyampaikan kepada Orang Kayo Hitam agar mengikuti sepasang angsa sebagai petunjuk arah untuk mendapatkan tempat pemukiman baru yang dijadikan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan kerajaan. Setelah berhari-hari mengikuti, angsa kemudian menepi dipinggir sungai Batanghari dan tidak kembali ke Sungai. Akhirnya Orang Kayo Hitam berserta rombongan turun kedarat dan mulai membersihkan Kawasan tersebut sebagai tempat pemukiman yang kemudian dikenal dengan Tanah Pilih yang lokasi sekarang berada dikawasan Masjid Al Falah Kota Jambi.

Kawasan ini pernah dijadikan pusat pemerintahan kesultanan Jambi, dimana terdapat istana yang dikelilingi oleh benteng yang pada tahun 1858 diserang oleh tentara kerajaan Belanda dan mengakibatkan istana terbakar dan hancur. Sultan Jambi yang terakhir menempati istana ini adalah Sultan Thaha Syaifuddin.

KOLAM TELAGO RAJO

Dalam pola pemukiman “benua/wanua/permukinan” tempat suci, mesti ada titik seimbang, titik cakra, untuk menetralkan pengaruh buruk, maka dibuat lah kolam di tengah tengah komplek suci, pada komplek percandian Muaro Jambi dikenal dengan: kolam Telago Rajo, sebagaimana terkait kosmologi budhisme dalam penerapan konsep jalamandala dan kancamandala sebagaimana yang diuraikan dalam kitab Abhidharmakosa. Air dan angin mengelilingi semeru yang dianggap areal suci. Elemen air dan angin berperan sebagai media penyucian, komplek percandian Muaro Jambi ditemukan pada pertengahan tahun 1970-an, diperkirakan kolam telago rajo berperan sebagai reservoir atau penampung sekaligus pengolah air bersih yang mensuplai kebutuhan kehidupan sehari-hari dan keperluan ritual, waduk control, agar air tidak menggenangi lingkungan candi dan sebagai tempat persediaan air bersih masyarakat masa lalu. Kolam Telago Rajo terletak 100 meter sebelah tenggara Candi Gumpung. Kolam ini dikelilingi oleh gunduhan tanah yang berbentuk persegi berukuran 130 x 100 meter dan kedalamannya sekitar 2 sampai 3 meter. Lebar bidang gundukan ini mencapai 20 meter. hasil inventarisasi menunjukkan selain kolam Telago Rajo juga terdapat kolam-kolam kuno tersebar dekat beberapa bangunan candi.

Kolam Telago Rajo dipercayai oleh penduduk sekitar berperan sebagai penampung dan pengolahan air yang menyuplai kebutuhan air bersih di kawasan Muarajambi sepanjang musim, baik musim kemarau maupun musim banjir dari daerah aliran sungai (DAS) Batanghari.

Danau gunung tujuh berada di ketinggian 1950 meter diatas permukaan laut (mdpl). Angka 1950 mdpl menjadikan danau ini sebagai danau air tawar tertinggi di Asia Tenggara. Danau gunung tujuh dikelilingi oleh tujuh buah gunung, yaitu Gunung Hulu Tebo (2.525 m dpl), Gunung Hulu Sangir (2.330 m dpl), Gunung Madura Besi (2.418 m dpl), Gunung Lumut (2.350 m dpl), Gunung Selasih (2.230 m dpl), Gunung Jar Panggang (2.469 m dpl) dan Gunung Tujuh (2.735 m dpl). Danau air tawar ini terbentuk akibat letusan Gunung Tujuh yang membentuk kawah. Kawah tersebut menjadi penampung air hujan yang lama kelamaan menjadi danau.

Air danau gunung Tujuh ini sangat jernih dan jika pengunjung yang datang kesini langsung berkeinginan untuk mencelupkan kaki dan badannya ke dalam danau. Tak jarang ikan-ikan dan sampan nelayan terlihat di danau ini. Pemandangan gunung-gunung disekelilingnya pun sangat indah. Di sebelah kiri danau terdapat aliran air menuju ke Air Terjun Gunung Tujuh.. Air Danau Gunung Tujuh juga menjadi sumber mata air Air Terjun Telun Berasap dan Sungai Batang Sangir.

Danau Gunung Tujuh dikenal sebagai Danau Sakti oleh masyarakat Kerinci. Air danau selalu terlihat bersih bahkan daun-daun pun tidak ditemukan walaupun terdapat banyak pohon tumbang dipinggir danau. Menurut masyarakat sekitar kejadian-kejadian aneh sering terjadi,

seperti perubahan cuaca secara tiba-tiba. Pada saat pembukaan wilayah danau, salah seorang pekerja menceritakan bahwa perahu yang ditumpanginya berputar di tengah danau tanpa penyebab yang jelas. Masyarakat sekitar percaya bahwa Danau Gunung Tujuh dihuni oleh mahkluk halus yang berwujud manusia, bernama “Lbei Sakti” dan “Saleh Sri Menanti” dengan beberapa pengikutnya yang berwujud harimau.

Danau Gunung Tujuh merupakan sumber penghidupan bagi beberapa warga desa. Terdapat beberapa pondok dipinggir danau yang digunakan oleh nelayan sebagai tempat tinggal. Sehari-hari para nelayan mencari ikan dengan perahu dan lukah,

Disamping itu, air danau ini oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai air suci terutama pada saat perayaan Waisak. Para biksu yang terpilih sebelum melaksanakan perayaan waisak di komplek Percandi Muara Jambi terlebih dahulu melaksanakan pengambilan air suci di Danau Gunung Tujuh yang merupakan bagian dari prosesi peringatan tersebut.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Write a comment

Ada 3 Komentar untuk Berita Ini

+ Indexs Berita

Berita Terbaru

Berita Utama

Berita Populer

Berita Pilihan

View all comments

Write a comment