
Keterangan Gambar : Jembatan bambu di Ponorogo/Foto: Charolin Pebrianti
Kabarbawah.com - Sebuah jembatan bambu di
Ponorogo tengah menjadi perbincangan. Sebab, jembatan penghubung antardesa
tersebut diduga dibangun dengan dana Rp 200 juta.
Pantauan detikcom, jembatan tersebut berada di antara Desa Bulak dan
Desa Pandak, Kecamatan Balong. Soal jembatan tersebut sempat viral di Facebook.
Namun saat ini posting-annya sudah dihapus oleh si pengunggah.
Jembatan tersebut menggunakan sesek bambu. Kades Bulak, Arini Musrifah
menjelaskan, jalan tersebut merupakan jalan poros yang menghubungkan Desa Bulak
dan Pandak.
"Jadi karena jalan poros bukan kewenangan kita untuk membangun
jalan tersebut. Itu kewenangan kabupaten," tutur Arini kepada wartawan, Kamis
(17/12/2020).
Disinggung soal dana Rp 200 juta, menurut Arini, anggaran itu
difokuskan untuk membangun pondasi pada sisi kanan dan kiri jembatan. Sementara
sesek bambu yang diletakkan di pondasi tersebut, merupakan buah dari gotong
royong warga sebagai jembatan darurat.
"Nanti diprioritaskan tahun 2021 sekitar bulan 3 dan 4 untuk
pembangunan (jembatan permanen)," jelas Arini.
Sebab, sebelumnya masyarakat meminta agar jembatan lebih tinggi, lebar
dan panjang. Semula tingginya hanya 4 meter menjadi 7,5 meter. Lebar semula 3
meter menjadi 4,5 meter dan panjangnya menjadi 9 meter.
"Untuk sesek (bambu) itu dari warga desa sendiri. Warga Desa Bulak
dan Pandak supaya nggak muter terlalu jauh. Kalau muter sekitar 2,5
kilometer," ujar Arini.
Menurutnya, perbaikan jembatan ini memang jadi prioritas. Pasalnya,
kondisi jembatan dulu sudah di bawah jalan. Pengajuan perbaikan tahun 2019 dan
baru dibangun 2020. "Ini Jembatan Melikan, penghubung Pandak-Bulak,"
lanjut Arini.
Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR)
Ponorogo Jamus Kunto mengatakan, awalnya ada usulan dari desa untuk memperbaiki
jembatan. Usulan proyek tersebut ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bapeda).
"Dari lurah ke Bapeda, nah saya diminta untuk menghitung, antara
bentang 10 sampai 11 meter itu kebutuhan anggaran sekitar Rp 500 sampai Rp 600
juta, untuk lebar maksimal sekitar 3 meter," terang Jamus.
Namun karena anggaran hanya tersedia Rp 200 juta, maka pihak desa
menyetujui untuk dibangun pondasi terlebih dahulu. "Nanti tahun 2021
dilanjut lagi untuk struktur utamanya," tukas Jamus.
Usai dibangun pondasi kanan kiri, masyarakat berinisiatif membuat
jembatan darurat dari sesek bambu yang bisa dilalui dengan sepeda motor.
"Jadi kita tidak terkait dengan jembatan sesek bambu, kita ada
permintaan bangun jembatan, dananya dari Bapeda Rp 200 juta. Ya sudah kita
cukupkan di pondasi itu, 2021 kita tunggu alokasi anggaran baru kita
lanjut," kata Jamus.
Jamus menambahkan, model pembangunan jembatan bertahap ini ada 7 di
Ponorogo. Selain di Kecamatan Balong ini, ada juga di Desa Bajang, Kecamatan
Mlarak.
Jamus mencontohkan jembatan di Prayungan, Kecamatan Sawoo yang 3 tahun
baru dibangun. Karena anggarannya besar dan dana tidak cukup akhirnya dicicil.
Masyarakat setempat pun tidak masalah karena berawal dari usulan mereka.
"Contohnya jembatan Prayungan, Sawoo sejak tahun 2009 atau 2008
kemudian 2010 kita bangun lagi, 2012 kita bangun lagi," imbuh Jamus.
Meski 3 kali penganggaran, tidak masalah. Hanya saja permasalahannya
karena keterbatasan anggaran oleh Pemkab sehingga pengerjaan tidak langsung
bisa selesai.
"Karena kalau kita memaksakan harus langsung jadi, nggak mungkin
Rp 200 juta itu jadi, kaitan dengan spek kita ada ketentuan, menghitung RAB-nya
ada ketentuan, pakai spek teknis kebinamargaan. Tidak ada istilahnya kita
membangun sesek, nggak ada, sesek itu karena dinamika masyarakat yang ada di
situ, menggunakan yang sudah ada di situ walaupun darurat supaya tidak memutar
terlalu jauh," pungkas Jamus.